/*=== Catatan Kaki ===*/ .caki { border-top: 3px double #444; font-size: 95%; margin-top: 10px; padding-top: 7px; } .caki ul li, .caki ol li { font-size: 95%; }

Sabtu, 14 Januari 2017

Makar, Pemicu Beban Psikosomatis dari Orang Tua Tercinta

kompleksitas hidup pernah saya alami dalam hidup ini. hari ini. walaupun saya terlambat lantaran usia saya 25 Tahun. Mulai dari SD hingga menjadi mahasiswa pelarian saya mendapatkan hikmah dari pendidikan yang saya tempuh. Ternyata HUKUM RIMBA [1]berlaku di negara ini-bahkan dalam lingkup kecil, yakni pranata keluarga. Demikianlah beberapa tahun lalu sebagaimana yang saya alami. Seharusnya blog ini saya tulis sekitar 2011, 2012, 2013, 2014, 2015 atau 2016 lalu, namun mengingat laptob saya waktu itu begitu lamban lagi lemot akses internetnya dan kualitas resiliensi diri saya begitu fluktuatif dan dominan lebih rendah-sehingga sulit bagi saya untuk mengambil kebijakan efektif dan efisien dalam hidup. Saya menulis judul di atas karena saya merasa tersakiti secara psikis (Psikosomatis). Banyak sekali hal-hal yang membuat saya sedih dalam batin saya. Saya tidak akan menceritakan pengalaman psikosomatisku yang terjadi tatkala mengenyam bangku pendidikan formal walaupun hal demikian juga memberikan sokongan buruk terhadap saya. Saya hanya mengeluarkan segala hal yang ada pada batin saya semata ketika saya berada dalam pranata keluarga sekitar beberapa tahun lalu, yaitu sekitar antara tahun. Suatu hal yang sulit dipercaya bagi saya ketika saya merasakan hal-hal yang menyakitkan dari pranata keluarga ini. Betapa tidak, saya selalu menjadi korban Post Power Syndrome mereka, yakni kedua orang tua ku. ๐Ÿ˜ž๐Ÿ˜ข๐Ÿ˜ข๐Ÿ˜ขMereka hanya  melihat kegagalan-kegagalanku dan kemudian mengeluarkan kebijakan-kebijakan seenaknya lagi tidak efektif-terlebih efisien yang tidak sesuai dengan konep diriku. Saya sudah terbiasa sakit menerima korban superior mereka dan sok tahu mereka. Lihat yang mereka perbuat ! Mereka seolah-olah membuat berbagai intrik-intrik agar saya gagal dalam berkuliah di kampus. Kalau memang mereka berdua tidak sanggup menguliahkan saya, katakan saja bahwa kalian berdua tidak bisa menguliahkan saya. Adapun saya bisa berkuliah sendiri dengan ikhtiar saya. Namun apa yang mereka lakukan ? mereka menakuti-nakuti saya, me-bully saya dengan kalimat verbal dan tindakan mereka, mengancam kepada saya hingga membuat saya sedih supaya saya tidak boleh kerja sambil berkuliah. Sekarang rasakan akibat dari Post Power Syndrome dan jiwa superior kalian. Akhirnya saya tidak bisa menafkahi kalian karena kalian kalian merendahkan, mencela dan membuat intrik-intrik terhadap saya. Sungguh kebodohan nyata yang bisa aku lihat dari kalian. Kalian hanya bisa menyalahkan saya tanpa menemukan solusi jitu dengan kecerdasan apresiatif kalian๐Ÿ˜ง๐Ÿ˜ง๐Ÿ˜ง๐Ÿ˜ข๐Ÿ˜ข๐Ÿ˜ข. Kalian telah masuk dalam daftar black list saya, yakni Variabel Pengganggu Baru. Pelik atau kompleksnya kehidupan telah menjadikan kalian seperti ini. Ini adalah tantangan hidup bagi saya agar sukses. Saya tidak boleh sedih walaupun dalam kondisi kesusahan. Bill gates pernah berkata bahwa dunia tidak akan mempedulikan harga diri kita. Saya akan terus berusaha mencari, mempelajari, mencoba dan menerapkan suatu hal sebagai solusi atas kedzaliman mereka terhadap saya. Sudah fitrahnya manusia memiliki kekurangan dan kelebihan. Saya bisa memaklumi kalian seraya merasakan beban psikosomatis yang kalian dera pada saya. 


Saya ikhlas atas perbuatan kalian, namun tidak ikhlas secara paripurna.



๐Ÿ˜ฆ๐Ÿ˜ฆ๐Ÿ˜ ๐Ÿ˜ ๐Ÿ˜ saya ubah kondisi pranata merugikan ini menjadi pranata berkah yang mampu menjadikanku manusia seutuhnya-bukan Sand Sack yang bisa seenaknya diberi intimidasi verbal dan non-verbal.
tentu saja, saya juga tidak menafikan nilai karakter dan moral yang baik karena hal demikian begitu penting


[1] Silahkan baca http://kbbi.web.id/hukum